Erdogan Sebut Netanyahu Lebih Kejam dari Hitler
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kembali menjadi sorotan dunia internasional usai menyampaikan kecaman keras terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam pidatonya pada Kamis, 19 Juni 2025. Dalam pernyataannya, Erdogan menuduh Netanyahu telah melakukan kekejaman yang melebihi apa yang pernah dilakukan Adolf Hitler. Ia menyebut bahwa serangan militer Israel di Gaza bukan lagi sebatas konflik, melainkan sebuah pembantaian sistematis yang mengarah pada pemusnahan rakyat Palestina.
Pidato itu disampaikan di tengah meningkatnya ketegangan antara Israel dan Iran. Erdogan secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap hak Iran untuk membela diri atas serangan Israel. Ia juga menyerukan komunitas internasional untuk segera mengambil langkah nyata menghentikan kekejaman yang terjadi di Gaza, serta mengkritik keras sikap pasif negara-negara Barat dan Dewan Keamanan PBB.
Dalam siaran nasional yang berlangsung pada 19 Juni, Erdogan menyampaikan bahwa kekejaman yang terjadi di Gaza setiap hari telah melampaui kengerian Perang Dunia II. Ia menyatakan bahwa Netanyahu telah bertindak lebih kejam daripada Hitler, dengan menyasar warga sipil termasuk perempuan dan anak-anak secara brutal. Menurut data resmi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, jumlah korban jiwa akibat serangan Israel sudah mencapai puluhan ribu sejak awal eskalasi.
Erdogan juga menyinggung kehancuran infrastruktur di Gaza. Ia menyampaikan bahwa lebih dari 80 persen fasilitas vital seperti rumah sakit, sekolah, dan tempat ibadah telah hancur akibat serangan Israel. Menurutnya, ini bukan hanya sebuah serangan militer biasa, melainkan genosida yang terorganisir. Ia menegaskan bahwa dunia tidak boleh tinggal diam melihat penderitaan rakyat Palestina yang terus berlangsung.
Sikap tegas Erdogan terhadap Israel bukanlah hal baru. Sejak awal konflik di Gaza memanas, ia secara konsisten mengecam kebijakan Tel Aviv. Ia menuduh Israel melanggar hukum internasional dan menyatakan bahwa operasi militer yang dilakukan merupakan bentuk terorisme negara. Hubungan diplomatik antara Ankara dan Tel Aviv pun terus memburuk, terutama setelah Turki menarik duta besarnya dari Israel pada November 2023.
Dalam pernyataan yang sama, Erdogan juga memberikan dukungan penuh terhadap hak bela diri Iran. Ia menyebut bahwa jika Israel melakukan serangan militer, maka Iran memiliki hak konstitusional dan hukum internasional untuk mempertahankan diri. Hal ini merujuk pada insiden pada Oktober 2024, ketika fasilitas militer Iran diserang oleh rudal Israel, menewaskan beberapa personel dan merusak instalasi penting di wilayah tersebut.
Erdogan menjelaskan bahwa Piagam PBB Pasal 51 dengan tegas menyebutkan hak bela diri sebagai prinsip dasar dalam menjaga kedaulatan negara. Ia juga mengingatkan bahwa tindakan sepihak Israel yang terus berlangsung tanpa konsekuensi internasional justru menjadi sumber ketidakstabilan di Timur Tengah. Menurutnya, ancaman Israel tidak hanya menyasar Palestina, tetapi juga mengganggu keamanan kawasan secara keseluruhan.
Sebagai bagian dari upaya diplomatik, Erdogan menyerukan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk bersatu melawan agresi Israel. Ia menyampaikan bahwa Turki akan menjadi tuan rumah pertemuan darurat OKI pada akhir Juni 2025 untuk membahas krisis di Gaza dan upaya memperkuat solidaritas antarnegara Islam dalam menghadapi ketegangan regional yang kian meningkat.
Dalam kesempatan yang sama, Erdogan juga menyampaikan kekecewaannya terhadap komunitas internasional yang dinilainya bersikap hipokrit dalam isu hak asasi manusia. Ia menyoroti bagaimana negara-negara Barat kerap menggaungkan demokrasi dan kebebasan, namun memilih bungkam ketika menyangkut penderitaan rakyat Palestina. Ia secara khusus mengkritik Amerika Serikat yang berulang kali menggunakan hak veto untuk menghalangi resolusi gencatan senjata di Dewan Keamanan PBB.
Data dari Amnesty International menyebutkan bahwa lebih dari 1,9 juta warga Gaza terpaksa mengungsi dan hidup dalam kondisi darurat kemanusiaan. Erdogan menegaskan bahwa dunia harus bertindak, bukan hanya sekadar mengeluarkan pernyataan simpati. Ia memperingatkan bahwa sejarah akan mencatat kegagalan generasi saat ini jika tidak ada langkah nyata untuk menghentikan kekejaman yang sedang berlangsung.
Turki, kata Erdogan, telah berkontribusi dalam upaya kemanusiaan dengan mengirimkan ribuan ton bantuan melalui jalur laut ke pelabuhan di Mesir sejak 2023. Selain itu, Ankara aktif di forum-forum internasional seperti Majelis Umum PBB dan berbagai forum diplomatik untuk mendorong pengakuan negara Palestina dan penghentian pendudukan Israel.
Menurut analis politik dari Universitas Ankara, Dr. Mehmet Ozkan, hubungan diplomatik antara Turki dan Israel kini berada di titik terendah dalam satu dekade terakhir. Ia menjelaskan bahwa pernyataan Erdogan bukan hanya sikap politik luar negeri, melainkan juga respons terhadap tekanan dari dalam negeri, di mana publik Turki secara luas menunjukkan dukungan terhadap perjuangan Palestina.
Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, juga menegaskan bahwa suara rakyat Palestina harus terus dikumandangkan di panggung internasional. Ia menyatakan bahwa pertemuan darurat OKI di Istanbul bertujuan untuk menyusun strategi kolektif dalam menekan Israel dan mendorong pembukaan jalur kemanusiaan ke Gaza.
Sementara itu, laporan dari International Crisis Group pada 18 Juni 2025 mengingatkan bahwa ketegangan antara Israel dan Iran dapat memicu konflik regional yang lebih luas. Kelompok-kelompok bersenjata seperti Hizbullah di Lebanon dan milisi pro-Iran di Irak disebut berpotensi terlibat jika eskalasi terus berlanjut.
Erdogan menutup pidatonya dengan peringatan keras bahwa ketidakadilan yang terus menimpa Palestina merupakan akar dari instabilitas kawasan. Ia menyampaikan bahwa perdamaian yang sejati hanya dapat tercapai jika hak-hak rakyat Palestina dipenuhi dan diakui secara utuh oleh dunia internasional.
0 Response to "Erdogan Sebut Netanyahu Lebih Kejam dari Hitler"
Posting Komentar